Kisah Inspiratif Wakaf Sahabat Nabi Bikin kamu Lebih Semangat Berbagi

Membicarakan kekayaan, sebagai umat Islam, kita dapat mengambil contoh dari para sahabat Nabi yang memanfaatkan kekayaannya sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan di akhirat.

Oleh karena itu, kita perlu mengambil pelajaran dari kisah-kisah inspiratif dan hikmah wakaf sahabat Nabi sepanjang sejarah perkembangan Islam.

Pada zaman Rasulullah SAW, banyak sahabat Nabi yang memiliki kekayaan luar biasa. Namun, kekayaan tidak membuat mereka terlena oleh kehidupan dunia. Sebaliknya, itu mendorong mereka untuk semakin giat dalam beribadah.

Berikut adalah lima kisah dan hikmah dari wakaf sahabat Nabi yang dapat menjadi sumber inspirasi bagi kita:

1. Wakaf Sumur Utsman bin Affan

Pada masa itu, Rasulullah SAW dan umat Islam lainnya yang berada di Madinah sedang mengalami kesulitan air bersih. Musim paceklik membuat mereka harus bertahan. Padahal, biasanya mereka minum dari air zamzam yang ada di Makkah.

Satu-satunya sumber air yang tersisa hanyalah sumur yang dimiliki seorang Yahudi, bernama Sumur Raumah. Rasa air dari sumur tersebut mirip dengan air zamzam yang ada di Makkah.

Tidak heran jika umat Islam di Madinah yang berhijrah dari Makkah rela antre untuk membeli air bersih dari seorang Yahudi tersebut.

Melihat kondisi tersebut, Rasulullah SAW pun bersabda:

“Wahai Sahabatku, siapa saja di antara kalian yang menyumbang kan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapatkan surgaNya Ta’ala.” (HR Muslim)

Tanpa menunggu lama dan ragu-ragu, Utsman segera menemui Yahudi pemilik sumur tersebut. Awalnya, Yahudi tersebut enggan menjualnya. Utsman menawar dan membuat kesepakatan dengan Yahudi tersebut untuk menjual setengah sumur miliknya kepada Utsman.

Sang Yahudi sepakat. Namun, melihat banyaknya orang-orang yang membutuhkan sumur tersebut, Utsman menawar kembali hingga akhirnya sumur tersebut dibeli keseluruhannya oleh Utsman.

Utsman kemudian membebaskan sumur tersebut untuk digunakan oleh semua orang secara gratis tanpa harus membelinya, termasuk Yahudi tersebut.

Kehadiran sumur tersebut, menjadi berkah bagi seluruh masyarakat. Bahkan, di sekitar sumur ditumbuhi pohon kurma yang berkembang hingga 1.550 pohon.

Hingga kini, hasil dari kebun kurma tersebut dikelola oleh Departemen Pertanian Saudi Arabia, lalu dijual ke pasar. Setengah dari keuntungannya hingga kini digunakan untuk membiayai anak-anak yatim atau fakir miskin. Setengahnya lagi disimpan di rekening khusus dalam bentuk rekening atas nama Utsman bin Affan.

Dapat Anda bayangkan, bagaimana derasnya pahala jariyah yang mengalir pada Utsman bin Affan. Sahabat Nabi yang tidak ragu untuk mewakafkan hartanya di jalan Allah untuk kemaslahatan umat.

Walau kini sudah tiada, tapi manfaatnya masih mengalir abadi. Dan, pahalanya tidak akan pernah berhenti.

2. Wakaf Kebun Abu Thalhah

Sahabat Nabi yang juga pernah mewakafkan hartanya adalah Abu Thalhah. Di kala itu, ia mewakafkan kebun miliknya sendiri. Padahal, kebun tersebut adalah salah satu harta yang ia sukai dan berlokasi di depan Masjid Nabawi.

Pada masa tersebut, kebun Abu Thalhah sangat mahal dan tinggi nilainya. Namun, Abu Thalhah tanpa ragu mewakafkannya di jalan Allah untuk kepentingan umat Islam.

Hal ini ia lakukan saat ia mendengar ayat dari QS Ali Imran ayat 92:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurna, sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”

Ayat ini menjadi motivasi terbesarnya karena memang Abu Thalhah sudah benar-benar mengarahkan hidupnya untuk akhirat. Sejak saat itu ia langsung mewakafkan kebun Bairuha atas nama Allah SWT dan Rasulullah SAW.

3. Perluasan Masjid Nabawi Abdurrahman bin Auf

Pada masa Islam berkembang di Madinah, luas masjid Nabawi hanya 35 x 35 meter saja. Namun, pascaperang Khaibar di tahun 7 Hijriah, jumlah kaum muslimin semakin bertambah. Akhirnya, Masjid Nabawi diperluas hingga ukurannya menjadi 50 x 50 meter.

Perluasan tersebut menuju sisi utara di atas tanah yang telah diwakafkan oleh Abdurrahman bin Auf. Sahabat yang merupakan saudagar kaya raya ini rela mewakafkan sebagian tanahnya untuk dibangun menjadi masjid.

Saat itu, ia memiliki tiga rumah, salah satunya digunakan untuk menerima tamu-tamu Rasulullah SAW jika ada yang menginap. Hal ini karena rumah Abdurrahman bin Auf adalah rumah yang paling megah di Madinah saat itu. Betapa Abdurrahman tidak ragu memberikan apa yang ia miliki untuk Islam.

Wakaf yang dilakukan oleh Abdurrahman bin Auf ini, disinyalir sebagai wakaf pertama dalam sejarah Islam. Bisa dibayangkan, bagaimana pahala yang mengalir untuk Abdurrahman bin Auf.

Walau ia sudah tiada, Masjid Nabawi masih berdiri tegak dan tanahnya yang dahulu ia wakafkan akan menjadi saksi kebaikannya di akhirat.

Mobirise

4. Kebun Khaibar Umar bin Khattab

Umar bin Khattab mewakafkan atau membebaskan tanahnya yang ada di Khaibar di tahun ke-7 Hijriah. Pada masa itu, Umar menerima tanah di Khaibar. Ia kemudian mendatangi Rasulullah SAW untuk mendapatkan petunjuk mengenai tanah tersebut. Rasulullah SAW pun memberikan nasihat untuk mewakafkannya.

Hal ini seperti yang disampaikan dalam hadis saat Umar minta saran dari Rasulullah SAW.

“Wahai Rasulullah sesungguhnya aku telah mendapatkan harta yang bagus. Aku bermaksud menyedekahkannya.”

Maka Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Sedekahkanlah buahnya tetapi pohonnya tidak boleh dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan.”

“Maka beliau menyalurkan untuk kegiatan fisabillah, untuk para budak, orang fakir miskin, tamu, para musafir, dan kaum kerabat.” (HR Bukhari)

Tanah Khaibar bukan sembarang tanah. Di tempat itu ditumbuhi pohon kurma yang subur dan hasilnya sangat banyak. Walaupun ia begitu menyukai tanah tersebut, tanpa berat hati Umar mewakafkan tanahnya hasil dari tanah tersebut ia sedekahkan kepada fakir miskin, hamba sahaya, fisabilillah, atau orang-orang yang membutuhkan.

Pada saat Rasulullah SAW telah tiada dan Umar menjadi khalifah, ia mencatatkan aset kebun Khaibar dalam akta wakaf yang disaksikan oleh masyarakat luas. Semenjak saat itu, ada banyak keluarga dan sahabat Nabi yang lainnya ikut mewakafkan tanah atau perkebunan yang dimilikinya.

Jenis wakaf ini adalah wakaf produktif yang manfaatnya bisa terus berkembang dan keuntungannya bisa memberdayakan masyarakat sekitar.

5. Wakaf Tanah Nabi dan Abu Bakar As-Shidiq

Dalam sejarah, Nabi Muhammad SAW pernah mendapat hibah berupa tanah yang awalnya adalah milik dua anak yatim dari Bani Najjar. Namun, Rasulullah menolak hal tersebut dan memutuskan untuk membelinya saja dengan harga 10 Dinar. Kemudian, Abu Bakar As-Shidiq membayarnya.

Betapa Rasulullah SAW dan Abu Bakar tidak sedikit pun tergiur oleh harta dunia. Yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana harta tersebut menjadi penyelamatnya kelak di akhirat.

Hikmah dari Wakaf Sahabat Nabi

Dari berbagai wakaf sahabat Nabi yang ada dalam kisah inspiratif di atas, kita bisa mempelajari dan mengambil beberapa hikmah, di antaranya:

– Para sahabat Nabi tidak pernah ragu untuk mewakafkan harta terbaik dan yang paling dicintainya untuk Islam

– Mereka tidak menjadi miskin atau hidup kekurangan akibat mewakafkan harta. Malah yang terjadi keberkahan dilimpahkan dalam hidup mereka

– Wakaf yang diberikan oleh sahabat Nabi masih terasa manfaatnya walau sudah ribuan tahun. Artinya, harta yang mereka berikan berkualitas, dapat      menjadi aset yang produktif, dan dapat berkembang

– Manfaat wakaf bukan saja dirasakan oleh satu orang, melainkan satu negara bahkan dunia .

– Semakin besar manfaat yang mengalir dari wakaf, maka semakin deras pula pahala yang jariyah yang akan Allah berikan

Hal lainnya yang perlu kita ambil hikmah adalah aset wakaf harus dikelola dan diberikan kepada nazir wakaf (pengelola aset wakaf) yang dapat dipercaya. Wakaf bukan aset umat yang hanya digunakan satu-dua hari. Tentu, kita ingin aset tersebut terjaga dengan baik sampai dunia ini berakhir.

Pilih Nazir Wakaf Berpengalaman

Kita perlu memilih nazir wakaf yang terpercaya dan berpengalaman dalam mengelola aset umat untuk bisa dikembangkan secara produktif. Dalam hal ini, Dompet Dhuafa adalah salah satu lembaga wakaf di Indonesia yaitu Pandu Wakaf Indonesia yang sudah mengembangkan berbagai program wakaf produktif.

Memang, tidak mudah untuk mencontoh para sahabat Nabi Muhammad SAW. Namun, bukan berarti kita tidak bisa melakukannya. Asalkan dengan niat yang kuat dan keistiqomahan, hal tersebut bukan mustahil kita capai. Yuk, pelan-pelan kita ikuti wakaf sebagai gaya hidup amanah.